| Islah, Co-Existence dan Efek Komitmen Bersama HMI Oleh :SYAFINUDDIN AL MANDARI
Diskursus islah HMI memiliki keunikan tersendiri. Islah di HMI telah mengalami proses yang cukup lama. Sejak HMI (Dipo) masih berazaskan Pancasila hingga sekarang berazas Islam. Terdapat beberapa momentum yang diarahkan untuk penyatuan dua institusi HMI ternyata hingga kini belum membuahkan hasil, jika islah yang dimaksud adalah reunifikasi. Terbukti, ditandatanganinya Pernyataan Bersama tersebut tidak serta merta kedua HMI kembali berada dalam satu institusi sebagaimana sebelum polarisasi. Islah atau rekonsiliasi adalah berdamai. Ini relevan pada masa-masa awal polarisasi tatkala masih rawan ancaman saling menyerang. Namun, setelah dua periode kepengurusan berjalan, islah makin menemukan pijakannya. Pada konteks ini, sesungguhnya sejak pertama kali secara resmi dirintis islah tahun 1988, Pengurus Besar HMI kedua-duanya telah memiliki suatu kearifan kelembagaan untuk menjalin suasana damai. Menjelang Kongres Dipo biasanya menjadi momentum terkuaknya isu islah. Kedua HMI menanggapinya juga sangat arif yakni dengan menyatakan akan membangun hubungan-hubungan yang produktif bagi kebaikan bangsa dan umat, baik antar personal (ketua umum dan pengurus-pengurusnya), hingga koalisi gerakan yang dianggap perlu. Sejak Periode 2001 – 2003 hingga periode yang sekarang sedang berjalan, pertemuan antar ketua umum, rapat bersama, hingga koalisi yang beranggotakan kedua HMI bukan hal aneh lagi. HMI MPO dan Dipo juga pernah melakukan unjuk rasa bersama dalam menentang penyerangan Amerika Serikat ke Irak. Ini wujud nyata islah dalam makna berdamai dan berkomunikasi produktif secara arif dalam kerangka ukhuwah Islamiyah. Tak satupun Ketua Umum PB HMI yang pernah melontarkan tak ingin melakukan islah. Meski demikian, selalu diikuti dengan pra syarat, misalnya membangun komunikasi kultural terlebih dahulu, upaya membangun hubungan tanpa pretensi politik, tanpa tekanan, dan tidak ditunggangi kepentingan politik tertentu termasuk alumninya. Artinya, islah atau rekonsiliasi dalam pengertian komitmen berdamai dan menjalin hubungan persaudaraan, sejatinya telah terjalin. Itu sebabnya, islah dalam konteks ini tidak bertentangan dengan isi Pernyataan Bersama. Namun, islah dalam pengertian reunifikasi memang merupakan masalah tersendiri yang tentu saja belum selesai di kalangan kader HMI. Co-Existence Bukan hanya HMI MPO yang mengambil jarak dari reunifikasi, tetapi juga HMI Dipo. Ini menunjukkan bahwa definisi persatuan dan persaudaraan di HMI tidak selalu harus ditunjukkan dengan penyatuan kedua lembaga. Itulah sebabnya, hubungan kedua HMI dalam komintmen untuk berdamai selama ini terwujud dengan kesejajaran keduanya di ruang publik. Artinya, kebiasaan saling menegasikan seperti terjadi di awal-awal polarisasi kian dikikis hingga benar-benar habis dan yang tertinggal adalah saling mengakui eksistensi masing-masing. Inilah islah tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Secara substansial, isi Pernyataan Bersama di Palembang itu sesungguhnya senapas dengan pernyataan-pernyataan mantan Ketua Umum PB HMI (MPO maupun Dipo) di zamannya masing-masing. Memang yang agak lain dari Pernyataan Bersama ini adalah karena dituangkan secara tertulis dan dilakukan di forum politis HMI Dipo. Ibarat persahabatan yang telah dijalin dalam suasana co-existence selama ini sekarang diumumkan secara tertulis. Artikel ini tidak bermaksud memberi pembenaran penuh karena tentu masih ada variabel proses yang belum dapat dituangkan dalam ruang yang pendek ini, tetapi sekadar menegaskan bahwa co-existence kedua HMI tidaklah terganggu dengan Pernyataan Bersama ini. Bahkan, boleh jadi kian menguatkan keberadaan keduanya untuk terus saling menghormati dimasa mendatang dalam suasana bersahabat yang tulus. Efek Pernyataan Bersama Isi Pernyataan Bersama tersebut berintikan ; komitmen untuk berpijak pada perintah Allah SWT dan sunnah Rasulullah Muhammad SAW untuk mencegah terjadinya perpecahan umat, menjaga persatuan, dan menjalin persaudaraan. Hal ini amat normatif dan dapat menjadi semangat setiap elemen gerakan umat dalam jangka panjang. Berpijak pada muatan Pernyataan Bersama tersebut, maka seyogyanya tidak ada dan tidak boleh ada kekhawatiran pihak HMI Dipo maupun HMI MPO akan kehilangan eksistensi, karena : pertama, bahwa HMI Dipo telah melakukan pengakuan eksistensial terhadap HMI MPO secara tertulis. Artinya, jika di masa mendatang timbul upaya untuk menegasikan HMI MPO maka ini berarti keluar dari substansi Pernyataan Bersama tersebut. Demikian juga sebaliknya, jika HMI MPO menegasikan HMI Dipo. Kedua, bahwa aktivitas HMI MPO di tingkat Badan Koordinasi, Cabang hingga Komisariat akan berjalan secara aman tanpa ancaman dari pihak HMI Dipo. Ini juga berarti bahwa bila di kemudian hari dijumpai upaya HMI Dipo untuk menghambat proses kerja organisasi termasuk pendirian cabang dan komisariat HMI MPO di tempat-tempat yang telah memenuhi syarat, maka ini mengingkari muatan kesepakatan dalam Pernyataan Bersama. Demikian juga sebaliknya dengan HMI MPO. Ketiga, Pernyataan Bersama ini (semoga) akan menciptakan suasana tenang pada kedua HMI dengan melepaskan kecurigaan yang berlebihan seperti beberapa kali terjadi dalam hubungan co-existence selama ini. Umpamanya; HMI Dipo demikian curiga dan terusik jika di suatu tempat dibentuk cabang HMI MPO. Lalu HMI MPO merasa was-was jika akan memenuhi permintaan mahasiswa di daerah tertentu untuk membentuk cabangnya, karena reaksi dari HMI Dipo. Komitmen persahabatan yang tertulis tersebut akan menciptakan masa dan ruang untuk berpikir jernih sehingga melahirkan pola-pola komunikasi yang lebih maju dan produktif lagi sehingga kalaupun suatu saat ada rencana reunifikasi, pastilah bukan atas dasar dorongan pihak tertentu untuk kepentingan politiknya, bukan pula atas tekanan pihak alumni, tidak pula terjadi top down tetapi mungkin dalam mekanisme yang lebih elegan. Wallahu A’lam Bisshawab. Penulis adalah Mantan Ketua Umum PB HMI. |
Senin, 11 Agustus 2008
Wacana Baru
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar